top of page
  • Writer's picturethegrandshow2017

Menghidupkan Kembali Tiga Sonata Terakhir Beethoven



Dalam sebuah konser di The Grand Atelier & Culture Center yang dihadiri oleh sekitar 100 orang, Amelia Santoso, Mario Santoso dan Johannes Nugroho menghidupkan kembali tiga sonata terakhir karya komposer dunia Ludwig van Beethoven pada Minggu malam, 27 Oktober 2019.


Konser ini berlangsung khidmat dan megah layaknya sebuah tribut untuk mengenang sang maestro yang meninggal dunia pada 26 Maret 1827. Amelia, Maria dan Johannes juga cukup lugas dalam menggambarkan latar belakang kehidupan Beethoven serta memberikan interpretasi atas tiga sonata terakhirnya.


Ketiganya tampil sangat memukau bersama piano Fazioli yang mewah. Dengan permainan piano yang penuh penghayatan, mereka membawa imajinasi penonton ke tahun-tahun terakhir kehidupan komposer besar tersebut.



Amelia Santoso mengawali konser malam itu dengan Sonata No. 30 in E major, Op. 109 yang diciptakan Beethoven pada tahun 1820 atau tujuh tahun sebelum dia meninggal dunia. Pada saat itu, Beethoven sudah dalam kondisi tuli secara total. Dia juga sedang berjuang secara finansial untuk mendapatkan hak asuh atas keponakannya.


"Kita tidak tahu apa yang ada di benak dia saat menciptakan sonata ini, tapi kita akan mendengar berbagai emosi dan karakter yang kontradiktif sepanjang lagu," tutur Amelia Santoso.


Bagian pertama Vivance ma non troppo – Adagio espressivo yang sangat singkat menunjukkan sisi Beethoven yang kontemplatif. Lalu bagian kedua, Prestissimo menunjukkan gejolak perasaan seorang Beethoven yang lebih intens dan penuh keresahan. Sedangkan pada bagian ketiga Gesangvoll, mit innigster Empfindung (Adante molto cantabile ed espressivo), Beethoven beralih ke tema lain yang saling bertentangan namun terekonsiliasi.



Sonata selanjutnya yakni Sonata No. 31 in A- flat major, Op 110 dibawakan oleh Mario Santoso. Beethoven masih menunjukkan perasaan yang campur aduk di lagu ini. Pada bagian pertama, Moderato cantabile molto espressivomengambarkan keinginan seorang Beethoven kecil yang ingin disenangi oleh orang lain.


Lalu suasana berubah jenaka di bagian kedua, Allegro molto. Sedangkan di bagian ketiga Adagio ma non troppo—Alegro ma non troppo, lagu ini seolah hendak menuju klimaks tapi tiba-tiba berbalik lagi ke suasana depresi. Pada akhirnya, Beethoven mengakhiri sonata ini dengan sangat megah.



Sonata terakhir yang diciptakan oleh Beethoven, Sonata No. 32 in C minor, Op 111 disajikan oleh Johannes Nugroho. Sonata ini terdiri dari dua bagian yang sangat kontras satu sama lain. Bagian pertama Maestoso—Alegro con brio ed appassonato menggambarkan ringkasan kehidupan Bethoven yang kurang beruntung. Ibunya meninggal dunia saat dia masih kecil.


Sedangkan bapaknya seorang pemabuk dan penjudi hingga akhirnya Beethoven diambil alih dan diasuh oleh negara.


Masa kecilnya yang kelam telah menjadikan Beethoven sebagai seorang yang sangat sulit bersosialisasi. Kepribadiannya sulit dimengerti oleh orang lain. Hal tersebut membuat dia merasa terisolasi. Pendengarannya yang lambat laun menghilang semakin membuatnya terasing.


"Sedangkan di bagian kedua lagu ini termasuk ideal. The deepest soul of Beethoven. Kalau saya memainkannya sampai ke akhir lagu itu, saya seperti naik ke heaven karena begitu indahnya," tutur Johannes.


Konser musik klasik ini diselenggarakan oleh The Grand Signature Piano yang merupakan dealer piano premium merek Fazioli, Bluthner, Estonia dan Irmler. Bukan sekedar berjualan, The Grand Signature Piano membawa misi pengembangan musik klasik di Indonesia.


Anak usaha dari Fagetti Group ini rutin menggelar konser musik klasik rata-rata dua kali dalam sebulan. Selain itu, The Grand Signature Piano juga menjadi penyelenggara kompetisi bertaraf internasional bernama Indonesia International Piano Competition (IIPC) yang digelar dua tahun sekali.


57 views0 comments
logo-wa.png
bottom of page